Tuesday, June 7, 2016

makalah siklus sulfur

Tuesday, June 07, 2016 2 Comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Semua yg ada di bumi ini baik mahluk hidup maupun benda mati tersusun karena materi. Materi ini tersusun atas unsure-unsur kimia diantaranya karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), Hidrogen (H), & Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut / yg umum dijuluki materi dimanfaatkan produsen buat membentuk bahan organik dgn bantuan matahari / energi yg berasal dari reaksi kimia. Siklus ini dikenal sebagai siklus biogeokimia karena prosesnya menyangkut perpindahan komponen bukan jasad (geo), ke komponen jasad (bio) & kebalikannya. Siklus biogeokimia pada akhirnya cenderung memiliki mekanisme umpan-balik yg bisa menata sendiri (self regulating) yg menjaga siklus 1tu dlm keseimbangan.
Salah satu siklus biogeokimia yakni siklus sulfur. Kita tahu jika sulfur lebih dikenal masyarakat dgn belerang yg terkandung di dlm sumber mata air panas. Di sisi lain, siklus sulfur memiliki peran penting dlm proses aliran energi & materi yg terjadi di alam. Selain itu, siklus sulfur jg memiliki berlimpah pengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan ekosistem serta keseimbangan dari proses siklus biogekimia itu sendiri.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses terjadinya  siklus sulfur ?
2.      Apa fungsi dari sulfur bagi kehidupan ?
3.      Bakteri apa saja yang berperan dalam siklus sulfur?
1.3  Tujuan
1. Untuk mengetahui proses terjadinya siklus sulfur.
2. Untuk mengetahui fungsi dari sulfur bagi kehidupan.
3. Untuk mengetahui bakteri yang berperan dalam siklus sulfur.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1   Proses siklus sulfur
Siklus sulfur / daur belerang ialah perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dioksida lalu menjadi sulfat & kembali menjadi hidrogen sulfida lagi. Sulfur di alam diketemukan dlm aneka wujud. Dalam tanah diketemukan dalam wujud mineral, diudara dalam wujud gas sulfur dioksida, & dalam tubuh organisme sebagai penyusun protein.
Siklus sulfur didahului karena pembentukan sulfur dari kerak bumi & atmosfer. Secara alami, sulfur terkandung di dlm tanah dlm wujud mineral tanah. Dimana kerak bumi umumnya mengandung sekitar 0,06% belerang. Sulfida-sulfida logam terdapat dlm bebatuan plutonik, yaitu batuan yg membeku di dlm kerak bumi & tak mencapai ke permukaan bumi. Bebatuan plutonik ini apabila hancur & mengalami pelapukan mau membebaskan sulfida ini lewat reaksi oksidasi & menghasilkan sulfat (SO4-2) yg lalu mengalami presipitasi (pengendapan) dlm wujud garam-garam sulfat yg larut / tak
Di atmosfer, terdapat hampir 0,05 ppm belerang dlm wujud gas belerang dioksida (SO2) yg mewujudkan/adalah hasil emisi pembakaran bahan bakar berbelerang seperti minyak bumi & batubara yg berlimpah dihasilkan karena asap kendaraan & pabrik / gas belerang dari gunung berapi semisal gunung arjuno di Jawa Timur. Gas SO2tersebut lalu terkena uap air hujan sehingga gas tersebut berubah menjadi sulfat yg jatuh di tanah, sungai & lautan. Dimana tanah yg mengandung berlimpah belerang ialah tanah-tanah berpasir & tanah-tanah yg cukup tinggi kandungan oksida Fe & Al seperti mineral Pirit (FeS) & rendah kandungan bahan organik. Sedangkan produksi sulfat lewat dekomposisi bahan organik berupa protein & senyawa organik lainnya yg mau menghasilkan senyawa-senyawa sederhana berupa H2S & sulfida (S2) yg jika teroksidasi mau menjadi sulfat (SO4-2).
Tumbuhan lalu menyerap sulfat (SO4-2) yg  mengendap pada tanah, sungai, & lautan. Di dlm tubuh tumbuhan, sulfur diberdayakan sebagai bahan penyusun protein. Hewan & manusia mendapatkan sulfur dgn jalan memakan tumbuhan yg jg dimanfaatkan sebagai energi cadangan berupa protein. Jika tumbuhan & hewan mati, jasad renik (dekomposer) mau menguraikannya menjadi gas berbau busuk yakni H2S & sulfida (S2).
Siklus sulfur di semenjak dari dalam tanah, yaitu ketika ion-ion sulfat diserap karena akar & di metabolisme menjadi penyusun protein dlm tubuh tumbuhan, ketika hewan & manusia memakan tumbuhan, protein tersebut mau berpindah ke tubuh manusia. Dari dlm tubuh manusia senyawa sulfur mengalami metabolisme yg sisa-sisa hasil metabolisme tersebut diuraikan karena bakteri dlm lambung berupa gas & dikeluarkan lewat kentut. Semakin besar kandungan sulfur dlm kentut kian kentut mau semakin bau.
Hidrogen sulfida (H2S) berasal dari penguraian hewan & tumbuhan yg mati karena mikroorganisme seperti bakteri & jamur. Hidrogen sulfida hasil penguraian sebagian tetap berada dalam tanah & sebagian lagi dilepaskan di udara dlm wujud gas hidrogen sulfida. Gas hidrogen sulfida di udara lalu bersenyawa dgn oksigen membentuk sulfur dioksida. Sedangkan hidrogen sulfida yg tertinggal di dlm tanah dgn bantuan bakteri mau diubah menjadi ion sulfat & senyawa sulfur oksida. Ion sulfat mau diserap kembali karena tanaman sedangkan sulfur dioksida mau bereaksi dgn oksigen & air membentuk asam sulfat (H2SO4) yang lalu jatuh ke bumi dalam wujud hujan asam. Hujan asam jg bisa dikarenakan oleh polusi udara seperti asap-asap pabrik, pembakaran kendaraan bermotor, dll. Hujan asam bisa menjadi  penyebab korosi batu-batuan & logam. H2SO4yg jatuh kedalam tanah karena bakteri dipecah lagi menjadi ion sulfat yg kembali diserap karena tumbuhan, tumbuhan di makan karena hewan & manusia, makhluk hidup mati diuraikan karena bakteri menghasilkan sulfur kembali. Begitu seterusnya. Siklus sulfur / daur belerang tak mau pernah terhenti selama salah satu komponen penting seperti tumbuhan masih ada di permukaan bumi ini.
Dalam daur sulfur / daur belerang, buat merubah sulfur menjadi senyawa belerang lainnya setidaknya ada dua jenis proses yang terjadi. Yaitu lewat reaksi antara sulfur, oksigen, & air serta karena aktivitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yg berperan dlm siklus sulfur diantaranya ialah bakteri  Desulfomaculum & bakteri Desulfibrio yg mau mereduksi sulfat menjadi sulfida dlm wujud hidrogen sulfida (H2S). Lalu H2S diberdayakan karena bakteri fotoautotrof anaerob (Chromatium) & melepaskan sulfur serta oksigen. Lalu sulfur dioksidasi yg terbentuk diubah menjadi sulfat karena bakteri kemolititrof (Thiobacillus).
Dalam daur belerang mikroorganisme yg bertanggung jawab pada setiap proses transformasi ialah sebagai berikut.
1.      H2S → S → SO4; bakteri sulfur tak berwarna, hijau dan ungu.
2.      SO4 → H2S (reduksi sulfat anaerobik), bakteri desulfovibrio.
3.      H2S → SO4 (Pengokaidasi sulfide aerobik); bakteri thiobacilli.
4.      S organik → SO4 + H2S, masing-masing mikroorganisme heterotrofik aerobik dan anaerobik.
Gambar 2.6 Siklus belerang.

           Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati da akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri yang terlibat dalam daur sulfur antara lain desulfomaculum dan  desulfibrio  yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium yang melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat oleh bakteri Kmolitotrof seperti Thiobacillus.
Siklus belerang relatif kompleks dimana melibatkan berbagai macam gas, mineral-mineral yang sukar larut dan beberapa spesi lainnya dalam larutan. Siklus ini berkaitan dengan siklus oksigen dimana belerang bergabung dengan oksigen membentuk gas belerang oksigen (SO2) sebagai bahan pencemar air. Diantara spesi-spesi yang secara signifikan terlihat dalam siklus belarang adalah gas hidrogen sulfida (H2S), mineral-mineral seperti Pbs, asam sulfat (H2SO4), belerang oksida (SO2) sebagai komponen utama dari hujan asam dan belerang yang terikat dalam protein. Yang merupakan bagian dari siklus belerang yang sangat penting adalah adanya gas SO2 sebagai bahan pencemar dan H2SO4 dalam atmosfer. Gas SO2 dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang. Efek uatama dari belerang dioksida dalam atmosfer adalah kecendruangan untuk teroksidasi menghasilkan asam sulfat. Asam ini dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
            2.2   fungsi sulfur bagi kehidupan
Dalam kehidupan, sulfur / belerang berperan dlm:
a.        Menstabilkan struktur protein. Ikatan sulfida sangat penting yaitu buat membentuk protein stabil.
b.        Berperan dlm mengaktifkan enzim, karena aneka enzim membutuhkangugus sulfurhidril (-SH) yg bebas, buat melakukan aktivasinya. Dengandemikian sulfur berperan dlm proses oksidasi-reduksi / pernafasan jaringan.
c.         Berperan dlm metabolisme energi dgn cara membentuk senyawa dengan ko-enzim A.
d.         Sulfur berfungsi sebagai peredam racun. Gugus sulfur yg aktif bersenyawadengan racun 1tu sehingga menjadi senyawa yg tak berbahaya, lalu dikeluarkan lewat urin.
e.         Membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun menjadi lebih hijau
f.          Menambah kandungan protein & vitamin hasil panen.
g.         Meningakatkan jumlah anakan yg di hasilkan (pada tanaman padi).
h.         Berperan penting pada proses pembulatan zat gula.
i.          Memperbaiki warna,aroma, & kelenturan daun tembakau (khusus pada tembakau omprongan).
j.          Memperbaiki aroma, mengurangi penyusutan selamapenyimpangan, memperbesar umbi & bawang merah
k.        Sulfur sangat berperan dlm pembentukan klorofil & menaikkan ketahanan tanaman terhadap serangan jamur. Sulfur jg membentuk senyawa minyak yg menghasilkan aroma seperti pada jenis bawang & cabe. Pada tanaman kacang sulfur merangsang pembentukan bintil akar didalam tanah, sulfur berperan buat menurunkan PH tanah alkali.
2.3 Bakteri yang berperan dalam siklus sulfur
Ada banyak bakteri yang berperan dalam proses siklus sulfur.berikut ini 2 bakteri yang berperan dalam siklus sulfur:
1.      Bakteri Thiobacillus
Thiobacillus berukuran kecil, bakteri Gram negatif, selnya berbentuk
batang (0,5x1,0­4,0μm) dengan beberapa spesies bersifat motil dengan flagel
polar. Energi didapatkan dari oksidasi satu atau lebih reduksi senyawa sulfur,
termasuk sulfida, sulfur, thiosulfida, polithionat, dan thiosionat. Sulfat merupakan produk akhir dari oksidasi senyawa sulfur, tetapi sulfur, sulfit, atau polithionat mungkin terakumulasi oleh kebanyakan spesies. Spesies tertentu juga mendapatkan energi dari mengoksidasi besi ferro menjadi besi ferri. Seluruh spesies dapat mengikat karbondioksida lewat lingkaran Benson­Calvin dan mampu tumbuh secara autotropik; beberapa spesies adalah obligat
khemolitotropik. Bakteri ini hidup pada pH optimal 2­8 dan suhu optimal 20­43˚C.
Genus Thiobacillus juga dikenal dengan nama Acidithiobacillus. Genus ini
bersifat termofilik, hidup pada suhu 45­50˚C.Genus ini juga termasuk dalam
genus asidofil, yang hidup pada pH 1,5­2,5.Beberapa spesies hidup pada pH netral.Beberapa bakteri khemolithotrof dapat mengoksidasi sulfur dan memperoleh energi dari reduksi CO2.khemolithotrof meliputi sejumlah genera:Thiobacillus, Sulfolobus, dan Leptospirillum, dan kemungkinan besar masih banyak yang lain.
Thiobacillus ferrooxidans mampu mengoksidasi Fe(II) menjadi
Fe(III) dan mengoksidasi senyawa­ senyawa belerang tereduksi serta
memanfaatkan oksidasi ini sebagai sumber energinya .sedangkan
Sulfolobus acidocaldarius merupakan khemolithotrof yang hidup di tempat
dengan suhu optimum 70˚C dan suatu pH optimum 2­3. Bakteri ini juga mampu
mengoksidasi Fe(II) dan senyawa ­senyawa sulfur.
Di perairan seperti sungai, danau, dan pantai spesies
Thiobacillus tampaknya menjadi pengoksidsi sulfur paling penting.
Thiobacillus tidak berwarna, berbentuk lonjong, bakteri Gram negatif yang
berflagel polar. Bakteri ini dapat mengoksidasi besi, yang menyebabkan mereka dapat memetabolisme ion­ion metal seperti besi ferro:
Fe2+ + ½ O2 + 2H+ ­­> Fe3+ + H2O
Reaksi oksidasi pirit menurut Boyd (1982) adalah sebagai berikut:
1.      FeS2 + H2O + 3,5 O2 → FeSO4 + H2SO4
2.      2 FeSO4+ ½ O2 + H2SO4 → Fe2(SO4)3 + H2O
3.      FeS2 + 7 Fe2(SO4)3 + 8 H2O → 15 FeSO4 + 8 H2SO4
2.      Bakteri Desulfovibrio desulfuricans
Mikroorganisme Desulfovibrio desulfuricans yang tergolong Sulfate Reducing Bacteria (SRB) yang dapat mengurangi sulfat dalam keadaan anaerob dan akan dapat membentuk logam sulfide bila atom S berikatan dengan  kation dari logam yang bebas di air.
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa reduksi sulfat pada oleh bakteri Desulfovibrio desulfuricans dipengaruhi oleh  jenis sumber karbon yang ditambahkan dimana etanol merupakan sumber karbon yang paling bagus. Persentase reduksi sulfat dengan asam formiat sebesar 34,27%; dengan asam laktat sebesar 56,64% dan dengan etanol sebesar 68%.
















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tarik dari makalah ini adalah:
1.      Siklus sulfur / daur belerang ialah perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dioksida lalu menjadi sulfat & kembali menjadi hidrogen sulfida lagi. Sulfur di alam diketemukan dlm aneka wujud. Dalam tanah diketemukan dalam wujud mineral, diudara dalam wujud gas sulfur dioksida, & dalam tubuh organisme sebagai penyusun protein.
2.      Fungsi sulfur Dalam kehidupan, sulfur / belerang berperan dlm: Menstabilkan struktur protein. Ikatan sulfida sangat penting yaitu buat membentuk protein stabil,Berperan dlm mengaktifkan enzim, karena aneka enzim membutuhkangugus sulfurhidril (-SH) yg bebas, buat melakukan aktivasinya. Dengan demikian sulfur berperan dlm proses oksidasi-reduksi / pernafasan jaringan
3.      Bakteri yang berperan dalam siklus sulfur banyak sekali diantaranya adalah bakteri Desulfovibrio desulfuricans dan bakteri Thiobacillus
4.      DAFTAR PUSTAKA
5.      Buchari, dkk. 2001. Kimia Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan .
6.      Darmawan,rully. Pengaruh Ion Kalsium Terhadap Kinerja Bakteri Desulfovibrio
desulfuricans Untuk Mereduksi Sulfat Pada Air Limabah Buangan Industri Minyak Bumi.fakultas Teknologi INdustri ITS
7.      Fardiaz. 1992.  Polusi Air & Udara. Gramedia: Jakarta
8.      Jumin, H.B. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
9.      Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
10.  Putro,Bramantyo.2008.Isolasi dan Karakterisasi Thiobacillus Ferrooxidans dari Berbagai Jenis Tanah.Bogor: Fakultas Pertanian IPB
Soemirat.2002.  Epidemiologi Lingkungan. Gramedia:Jakarta
Syamsuri, Istamar, dkk. Biologi Buat SMA Kelas X Semester 2. 2007. Malang: Erlangga.






artikel haruskah evolusi bertentangan dengan agama

Tuesday, June 07, 2016 0 Comments
Artikel Haruskah Teori Evolusi Bertentangan dengan Agama
Untuk Tugas Matakuliah Evolusi





 











JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016

Haruskah Teori Evolusi Bertentangan dengan Agama
Sejak Charles Darwin mencetuskan konsep seleksi alam yang menjadi dasar kuat bagi teori evolusi muncul berbagai kontroversi. Timbul kelompok pro dan kontra kelompok ini terdiri dari ilmuwan,filusuf dan agamawan.Hingga saat ini kontroversi teori evolusi terus berlanjut,paling ramai dan disimak oleh kaum non-akademisi adalah bantahan-bantahan yang dilontarkan oleh kalangan agamawan.
Beberapa umat islam banyak yang menolak teori evolusi, itu didasari dari kesalah pahaman mereka tentang teori evolusi, kita tidak tau darwin apakah sudah mengenal Islam masa itu atau belum, darwin sendiri meragukan keberadaan tuhan, dia seorang agnostik, tapi kita tau orang tuanya bukan beragama islam, kita tau dia tidak mengenal islam pada jamannya. Salah satu kesalah pahaman tentang evolusi adalah dengan dikatakannya oleh para creationis bahwa manusia itu dari kera. Itu adalah kesalahan yang fatal, untuk mengetahuinya kita bahas dulu apa itu evolusi.
Menurut Darwin, agen tunggal penyebab terjadinya evolusi adalah seleksi alam. Seleksi alam adalah “process of preserving in nature favorable variations and ultimately eliminating those that are ‘injurious’”. Namun dengan berbagai perkembangan dalam perkembangan dalam ilmu biologi, khususnya genetika maka kemudian Teori Evolusi Darwin diperkaya. Seleksi alam tidak lagi menjadi satu-satunya agen penyebab terjadinya evolusi, melainkan ada tambahan faktor-faktor penyebab lain yaitu: mutasi, aliran gen, dan genetic drift. Oleh karenanya teori evolusi yang sekarang kita seirng disebut Neo-Darwinian atau Modern Systhesis.
Seleksi alam adalah segala proses yang menyebabkan pembedaan non random dalam reproduksi terhadap genotype; atau allele gen dan kompleks gen dari generasi ke generasi berikutnya.Dobzhansky (1970) menambahkan bahwa Anggota populasi yang membawa genotype yang lebih adaptif (superior) berpeluang lebih besar untuk bertahan daripada keturunan yang inferior. Jumlah individu keturunan yang superior akan bertambah sementara jumlah individu inferior akan berkurang dari satu generasi ke generasi lainnya. Seleksi alam pun juga masih bekerja, sekalipun jika semua keturunan dapat bertahan hidup dalam beberapa generasi. Contohnya adalah pada jenis fauna yang memiliki beberapa generasi dalam satu tahun. Jika makanan dan sumberdaya yang lain tidak terbatas selama suatu musim, populasi akan bertambah seperti deret ukur dengan tidak ada kematian di antara keturunannya. Hal itu tidak berarti seleksi tidak terjadi, karena anggota populasi dengan genotype yang berbeda memproduksi keturunan dalam jumlah yang berbeda atau berkembang mencapai matang seksual pada kecepatan yang berbeda. Musim yang lain kemungkinan mengurangi jumlah individu secara drastis tanpa pilih-pilih. Jadi pertumbuhan eksponensial dan seleksi kemungkinan akan dilanjutkan lagi pada tahun berikutnya. Pebedaan fekunditas, sesungguhnya juga merupakan agent penyeleksi yang kuat karena menentukan perbedaan jumlah individu yang dapat bertahan hidup atau dan jumlah individu yang akan mati, yang ditunjukkan dalam angka kematian.
Darwin telah menerima, namun dengan sedikit keraguan, slogan Herbert Spencer “survival of the fittest in the struggle for life” sebagai altenatif untuk menerangkan proses seleksi alam, namun saat ini slogan itu nampaknya dipandang tidak sepenuhnya tepat. Tidak hanya individu atau jenis yang terkuat tetapi mereka yang lumayan pas dengan lingkungan dapat bertahan hidup dan bereproduksi. Dalam kondisi seleksi yang lunak atau halus semua individu atau jenis pembawa genotype yang bermacam-macam dapat bertahan hidup ketika populasi berkurang. Individu yang fit (individu yang sesuai dengan lingkungan dapat bertoleransi dengan lingkungan) tidak harus mereka yang paling kuat, paling agresif atau paling bertenaga, melainkan mereka yang mampu bereproduksi menghasilkan keturunan dengan jumlah terbanyak yang viable dan fertile.
Berdasarkan literature diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Seleksi alam tidak menyebabkan timbulnya material baru (bahan genetic yang baru yang di masa mendatang akan datang diseleksi lagi),melainkan justru menyebabkan hilangnya suatu varian genetic atau berkurang frekuensi gen tertentu. Seleksi alam bekerja efektif hanya bila populasi berisi dua atau lebih genotype, yang mana dari varian itu ada yang akan tetap bertahan atau ada yang tereliminasi pada kecepatan yang berbeda-beda.
Saat ini Indonesia kebanjiran buku-buku Islam yang diproduksi Dr. Harun Yahya yang “menyerang” teori Darwin. Dari segi teologis ada kekuatiran bahwa teori Darwin akan mengusir Tuhan dari kehidupan, namun Haidar Bagir, pakar filsafat Islam, tidak sepenuhnya sependapat dengan Harun Yahya. Berdasarkan persoalan diatas Bagir (2003) menanggapinya dengan mengatakan “Sikap kita terhadap keyakinan Darwinian mengenai sifat kebetulan dan materialistic asal-usul kehidupan yang terkandung dalam teori itu sudah jelas. Kita menolaknya. Tidak demikian halnya dengan kesimpulan utama teori ini mengenai sifat-sifat evolusioner kehidupan. Karena betapapun demikian, tetap saja Tuhan bisa dipercayai sebagai Dzat di balik semua gerakan evolusi itu…”. Tentang prinsip survival of the littest, Bagir justru membenarkannya dan kita harus mengambil hikmahnya, karena hal itu sesuai dengan kenyataan sehari-hari dan didukung oleh tidak bertentangan dengan kandungan Alqur’an. Dingin dari dari dua sisi yaitu aspek teologis dan sisi eti.
Secara ilmiah teori evolusi Darwin utama belum dapat dikatakan runtuh, karena sebelum ditemukan bukti-bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan teori tersebut, maka pernyataan dalam teori itu masih dianggap benar. Akan tetapi sampai saat ini banyak kalangan masih meragukan kebenaran teori itu terutama dari kalangan agama. Seharusnya kita sebagai mahasiswa dari kalangan kaum akademisi harus lebih kritis dalam menghadapi fenomena ini. Sedangkan untuk kalangan yang membantah teori Darwin memiliki teori baru untuk meruntuhkan teori Darwin. Seharusnya Teori Darwin tidak bertentangan dengan agama kita sebagai kalangan yang berpendidikan harus lebih kritis dalam mengahadapi fenomena ini.










Sumber :
Bagir, Haidar. 2003. Islam dan Teori Evolusi (Butir-butir tanggapan terhadap Harun Yahya). Harian Republika 14 Maret 2003. Jakarta
Dobzhansky, T. 1970. Genetics of The Evolutionary Process. Columbia University Press. New York.







makalah kualitas air mikrobiologi lingkungan

Tuesday, June 07, 2016 0 Comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas air didefinisikan sebagai kadar parameter air yang dianalisis secara teliti sehingga menunjukkan mutu dan karakteristik air. Mutu dan karakteristik air ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat bahan yang terkandung didalamnya.Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri,tipus,kolera,dan bakteri patogen penyebab penyakit.
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi.  Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.
Uji biokimia merupakan salah uji yang digunakan untuk menentukan spesies kuman yang tidak diketahui sebelumnya. Setiap kuman memiliki sifat biokimia yang berbeda sehingga tahapan uji biokimia ini sangat membantu proses identifikasi.Selain metode dengan uji biokimia dapat juga dilakukan dengan metode biomolekuler.salah satu contoh teknik biomolekuler yaitu dengan menggunakan PCR.
1.2  Rumusan masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah
1.      Bagaimana standart kualitas air yang baik menurut SNI?
2.      Bagaimana metode identifikasi bakteri secara biokimia dan biomolekuler?
1.3  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui standart kualitas air yang baik menurut SNI.
2.      Untuk mengetahui metode identifikasi bakteri secara biokimia dan biomolekule
BAB II
ISI

2.1  Standart kualitas air menurut SNI
Sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kondisi kualitas air tersebut sangat penting untuk menentukan layak atau tidaknya air untuk digunakan sesuai dengan peruntukan atau kelasnya.Namun, dengan adanya siklus hidrologi air yang memungkinkan terjadinya pencampuran air dari berbagai sumber, ditambah dengan sifat air yang merupakan pelarut universal, maka memungkinkan terjadinya perubahan kualitas airdari keadaan awalnya.
Masing-masing parameter kualitas air memiliki nilai amban gbatas yang berbeda. Sesuai pasal (14) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Airdan Pengendalian Pencemaran air, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air, maka kondisi mutu air ditetapkan dalam kondisi cemar.Untuk menentukan apakah kondisi mutu air berada pada kondisi cemar atau kondisi baik, perlu dilakukan pengukuran parameter kualitas air menggunakan metode-metode tertentu yang sudah terstandarisasi. Beberapa parameter yang sering digunakan sebagai parameter pencemaran air adalah sebagai berikut :
1.      Parameter fisika
Parameter-parameter fisika yang biasanya digunakan untuk menentukan kualitas airmeliputi suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan total, padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan salinitas.
a.       Padatan tersuspensi / Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah padatan yang dapat terambil dengan filter. TSS dapat termasuk :endapan lumpur, humus, dan sampah. Tingginya konsentrasi suspended soliddapat menyebabkan beberapa masalah untuk beberapa peralatan industry dankehidupan organism akuatik.Tingginya TSS dapat menghambat masuknya sinar matahari ke dalam perairan.Jika hal tersebut terjadi, proses fotosintesis akan terhambat. Pengurangan aktifitasfotosintesis akan mengurangi oksigen terlarut yang dilepas oleh tanaman air kebadan air. Tingginya nilai TSS juga akan menyebabkan kenaikan suhu permukaan air karena material tersuspensi dapat menyerap panas dari sinarmatahari, dan menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan (turbiditas).TSS dapat meningkatkan konsentrasi bakteri, kelarutan nutrient, pestisida, danlogam berat dalam air. Dalam industry, TSS dapat menyebabkan penyumbatanatau scouring pada pipa dan mesin.Nilai baku mutu TSS adalah 50 mg/L untuk air kelas I dan II; dan 400 mg/Luntuk air kelas III dan IV.
b.      Besi
Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat dibumi. Kandungan Fe ini berhubungan dengan struktur tanah. Selain bersumberdari dalam tanah sendiri, Fe dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranyalarutnya pipa besi reservoir air yang terbuat dari besi atau endapan-endapanbuangan industry. Nilai baku mutu untuk Fe ialah ialah 0,3 mg/L bagi pengolahan air minum secaramodern, dan 0,5 mg/L bagi pengolahan air minum secara tradisional. Apabila konsentrasi besi terlarut dalam air melebihi batas tersebut, akan menyebabkan berbagai masalah. Air minum yang mengandung Fe terlalu tinggi, cenderung menimbulkan mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus
2.      Parameter biologis
Parameter biologis yang sering digunakan untuk mengethui kualitas air adalah kandungan total coliform, termasuk di dalamnya adalah fecal coliform.
a.       Total Coliform
Bakteri coliform dapat digunakan sebagai indicator adanya pencemaran feses atau kotoran manusia dan hewan di dalam perairan. Golongan bakteri ini umumnyaterdapat di dalam feses manusia dan hewan. Keberadaan bakteri ini di dalam airtidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi kesehatan, estetika, kebersihan maupunkemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapatditularkan oleh bakteri coliform melalui air, terutama penyakit perut seperti tipus,kolera dan disentri. Bakteri coliform juga merupakan bakteri indicator dalam menilai tingkat higienitas suatu perairan.Nilai baku mutu untuk total coliform adalah 1000jml/100ml untuk air kelas I,5000jml/100ml untuk air kelas II, dan 10000jml/100ml untuk air kelas III-IV.  
Berikut ini tabel standart kualitas air yang baik sesuai pasal (14) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Airdan Pengendalian Pencemaran air:

2.2  Metode identifikasi bakteri dengan biokimia
Uji biokimia bakteri merupakan suatu cara atau perlakuan yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeterminasi suatu biakan murni bakteri hasil isolasi melalui sifat - sifat fisiologinya. Proses biokimia erat kaitannya dengan metabolisme sel, yakni selama reaksi kimiawi yang dilakukan oleh sel yang menghasilkan energi maupun yang menggunakan energi untuk sintesis komponen-komponen sel dan untuk kegiatan selular, seperti pergerakan. Suatu bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan sifat-sifat morfologinya saja, sehingga perlu diteliti sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi spesimen bakteri yang tidak dikenal karena secara morfologis biakan ataupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil pegamatan fisiologis yang memadai mengenai kandungan organik yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakterisasi dan klasifikasi sebagian mikroorganisme seperti bakteri berdasarkan pada reaksi enzimatik maupun biokimia.  Mikroorganisme dapat tumbuh pada beberapa tipe media yang memproduksi tipe metabolit yang dapat dideteksi dengan reaksi antara mikroorganisme dengan reagen test yang dapat menghasilkan perubahan warna reagen.
Berikut ini macam-macam dari metode identifikasi bakteri menggunakan uji biokimia:
1.      Uji indol
Media yang dipakai adalah pepton 1%. Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim triptophanase sehingga kuman tersebut mampu mengoksidasi asam amino triptophan membentuk indol. Adanya indol dapat diketahui dengan penambahan reagen Ehrlich/Kovac’s yang berisi paradimetil amino bensaldehid. Interpretasi hasil : negatif (-) : Tidak terbentuk lapisan cincin berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari triptophan sebagai sumber karbon. Positif (+) : Terbentuk lapisan cincin berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari triptophan sebagai sumber karbon(Cowan, 2004).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGi4MzGNsSyy9tCEduy7qw5qpkFj_FVXBA4w3C8J6dCUosszYN-u29E1o_ssadlekO8WwQyWzN8qBSrkrVbWWlEuplp42yZzjfRxVRE9_BsSVY2ZXkU93YVSNMMCMUSAYch07UE_XZEwY/s1600/Picture+1.jpg           
https://nguentenpon.blogspot.co.id
Gambar 2.1 Uji Indol (Ratna, 2012)

2.      Uji MR,
Media yang digunakan adalah pepton glukosa phosphat. Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya fermentasi asam campuran (metilen glikon). Interpretasi hasil : negatif (-) : Tidak terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah ditambah methyl red 1%. Positif (+) : Terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah ditambahkan methyl red 1%. Artinya bakteri menghasilkan asam campuran (metilen glikon) dari proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam media MR  (Cowan, 2004).
                                         https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3xl-1qgsTyWaTPfekdnVdzf9WW-RjkynMpufBtusgGN6kFk0vEgMuzheY5xEmZnpRdoSvYWiKdWuNzvHMZcbGpH_ym7TGkmvDdzQbtStvW42TOlOAv0pDU-fTcpWfD10LxOIKROaoaPw/s1600/Picture+2.jpg          
https://nguentenpon.blogspot.co.id
Gambar 2.2 Uji MR (Ratna, 2012)

3.      Uji VP
Media yang dipakai adalah pepton glukosa phosphat. Uji ini digunakan untuk mengetahui pembentukan asetil metil karbinol (asetoin) dari hasil fermentasi glukosa. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah ditambahkan a naphtol 5% dan KOH 40%. Positif (+) : terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah ditambahkan a naphtol 5% dan KOH 40%, artinya hasil akhir fermentasi bakteri adalah asetil metil  karbinol (asetoin) (Colome, 2001).
https://nguentenpon.blogspot.co.id
Gambar 2.3 Uji VP (Ratna, 2012)

4.       Uji Citrat,
Media yang dipakai adalah Simons citrat. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah kuman menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Pada media Simons citrat berisi indikator BTB (Brom Tymol Blue). Apabila bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber karbon maka media berubah menjadi basa dan berubah warna menjadi biru. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadinya perubahan warna media dari hijau menjadi biru. Artinya bakteri ini tidak mempunyai enzim sitrat permease yaitu enzim spesifik yang membawa sitrat ke dalam sel. Sehingga kuman tidak menggunakan citra  sebagai salah satu/satu-satunya sumber karbon. Positif (+) : terjadinya perubahan warna media dari hijau menjadi biru, artinya kuman menggunakan citrat sebagai salah satu/satu-satunya sumber karbon (Ratna, 2012).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEYmvnI-26APoV1bT-qAO_3KO3vPbXLudgN4m4TkyktYXXiWy8Yvfv7T7Rsiht2xau2DU9yHywur2Doj_1siIe6ECAUPDuywHcwOoII9cs5pCphYRWATE9I8jbhzIw47GZSRMgkcF4uN8/s1600/Picture+4.jpg
Gambar 2.4 Uji Citrat (Ratna, 2012)

5.       Uji Motilitas
Media yang dipakai adalah media yang bersifat semi solid dengan kandungan agar-agar 0,2-0,4%. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui gerak kuman, bisa memakai media MO (Motilitas Ornitin) atau SIM (Sulfida Indol Motility). Pada media SIM selain untuk melihat motilitas bisa juga untuk test indol dan pembentukan H2S. Interpretasi hasil : negatif (-) : terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar hanya pada bekas tusukan  inokulasi. Positif (+) : terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel (Burrows, 2004).
6.      Uji Urenase,
            Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim urease yang dapat menguraikan urea membentuk amoniak. Media urea berisi indikator phenol red. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi pink/merah jambu, artinya kuman tidak memecah urea membentuk amoniak. Positif (+) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi pink/merah jambu, artinya kuman memecah urea membentuk amoniak (Lim, 2006).

 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ3uLJR4S6HLxTfSqAEmovBhNG7F0S7FzWJrhEwAHjB7TQkKnL2j-Vrloq6LHXGO8s7ItbN0WTF6c8FpDfpWKHLWoRaEwPikguf1BI6rbOiBHH3O_kKN2Uh6xEyOa3S8IcaJEjjJR6_kI/s1600/Picture+5.jpg
Gambar 2.5 Uji Urenase (Ratna, 2012)

7.      Uji TSA (Triple Sugar Iron Agar),
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan kuman untuk memfermentasikan karbohidrat. Pada media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa. Indikatornya adalah phenol red yang menyebabkan perubahan warna dari merah orange menjadi kuning dalam suasana asam. Glukosa berada di dasar media sedangkan laktosa dan sukrosa berada di bagian lereng. Selain menggunakan media TSIA dapat pula digunakan media KIA (Kligers Iron Agar), bedanya adalah pada media KIA hanya berisi 2 macam karbohidrat yaitu glukosa dan laktosa. Interpretasi hasil : hanya memfermentasi glukosa : Bila pada dasar (butt) media berwarna kuning (bersifat asam) dan lereng (slant) berwarna merah (bersifat basa) ? Al/Ac atau K/A. Memfermentasi semua karbohidrat : bila pada dasar (butt) media berwarna kuning (bersifat asam) dan lereng (slant) berwarna kuning (bersifat asam) ? Ac/Ac atau A/A. Tidak memfermentasi semua karbohidrat : bila pada dasar (butt) media berwarna merah (bersifat basa) dan lereng (slant) berwarna merah (bersifat basa) ? Al/Al atau K/K. Fermentasi pada TSIA juga disertai dengan pembentukan gas CO2 yang dapat dilihat dari pecahnya dan terangkatnya agar.
Media TSIA juga dapat digunakan untuk mengetahui pembentukan H2S yaitu melihat apakah kuman memfermentasi metionin dan sistein (Asam amino yang mempunyai gugus S). Pada media TSIA terdapat asam amino metionin dan sistein, jika kuman memfermentasi kedua asam amino ini maka gugus S akan keluar dan gugus S akan bergabung dengan H2O membentuk H2S. Selanjutnya H2S bergabung dengan Fe2+ membentuk FeS berwarna hitam dan mengendap (Buchanan, 2003).
 
https://nguentenpon.blogspot.co.id
Gambar 2.6 Uji TSA (Ratna, 2012)


8.       Uji Gula-gula,
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kuman memfermentasi masing-masing gula diatas membentuk asam. Media gula-gula ini terpisah dalam 5 tabung yang berbeda dan media yang digunakan adalah masing-masing gula dengan konsentrasi 1% dalam pepton. Masing-masing gula gula ditambahkan indikator phenol red. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media dari merah menjadi kuning, artinya kuman tidak memfermentasi gula .Positif (+) : terjadi perubahan warna media dari merah menjadi kuning.Artinya kuman memfermentasi gula membentuk ditandai dengan tinta pada tutup kapas yang berbeda-beda. Untuk glukosa tidak berwarna, laktosa berwarna ungu, maltosa berwarna merah, manitol berwarna hijau, dan sukrosa berwarna biru.
 Didalam media gula- asam, positif + gas (+g) : Terjadi perubahan warna media dari merah menjadi kuning. Artinya kuman memfermentasi gula membentuk asam dan gas. Gas yang diperhitungan minimal 10% dari tinggi tabung durham(Adam, 2001)
 
https://nguentenpon.blogspot.co.id
Gambar 2.7 Uji Gula-gula (Ratna, 2012)

2.3  Teknik identifikasi bakteri menggunakan metode biomolekuler
1.      Analisis Sidik Jari Menggunakan rep-PCR
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas terutama untuk identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi mikrobia. Secara garis besar ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk menentukan strain bakteri. Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi variasi sekuens dengan membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel amplikon dengan ukuran berbeda yang merupakan produk amplifikasi dengan primer. Kelompok kedua ini mencakup repetitive sequence based-Polymerase Chain Reaction (rep-PCR),Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Arbitrary Priming-PCR (AP-PCR)
rep-PCR telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk identifikasi methylobacter yang berasosiasi dengan tanaman untuk membedakan strain Eschericia coli dari ekologi yang berbeda ,serta untuk penentuan diversitas genetik pada Pseudomonas fluorescence.







BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah standart kualitas air yang baik itu sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Teknik identifikasi bakteri bisa dilakukan dengan biokimia dan metode  biomolekuler.Berberapa uji biokimia untuk identifikasi bakteri sebagai berikut: Uji Gula-gula, Uji TSA (Triple Sugar Iron Agar), Uji Urenase, Uji Motilitas, Uji Citrat, Uji VP, Uji MR dan Uji indol sedangkan untuk metode biomolekuler bisa menggunakan Analisis Sidik Jari Menggunakan rep-PCR.
DAFTAR PUSTAKA

Burrows, W., J.M. Moulder, and R.M. Lewert. 2004. Texbook of Microbiology. W.B. Saunders Company. Philadelphia 
Cowan,ST. 2004.  Manual for the Identification of Medical Fungi. Cambridge University Press. London.
Lim,D. 2006. Microbiology. McGraw-Hill. New York.
Modul Praktikum MTPPL Laboratorium Analisis dan Instrumen, Teknik Kimia UGM,Yogyakarta.PP. No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Ratna, Siri .2012. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur dasar Laboratorium. PT Gramedia,Jakarta
Sawyer, C. N and P. L., MC Carty, 1978,Chemistry for Environmental Engineering, 3rd ed.,McGraw Hill Kogakusha Ltd.